MAKALAH
Dosen
Pengampu : Akrom Jangka Dausat, MSI
Disusun
Oleh :
1.
M. Nasrulloh
2.
Makhrus Ali
Kelas / Semester : 1 C
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BREBES
( STAIB )
TAHUN 2012
A. BANI UMAYYAH
1.
Asal Mula Bani Umayyah
Bani
Umayyah diambil dari nama Umayyah, kakeknya Abu Sofyan bin Harb, atau moyangnya
Muawiyah bin Abi Sofyan. Umayyah hidup pada masa sebelum Islam, ia termasuk
bangsa Quraisy. Daulah Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan
dengan pusat pemerintahannya di Damaskus dan berlangsung selama 90 tahun (41 –
132 H / 661 – 750 M).
Muawiyah
bin Abi Sufyan sudah terkenal siasat dan tipu muslihatnya yang licik, dia
adalah kepala angkatan perang yang mula-mula mengatur angkatan laut, dan ia
pernah dijadikan sebagai amir “Al-Bahar”. Ia mempunyai sifat panjang akal,
cerdik cendekia lagi bijaksana, luas ilmu dan siasatnya terutama dalam urusan
dunia, ia juga pandai mengatur pekerjaan dan ahli hikmah.
Muawiyah
bin Abi Sufyan dalm membangun Daulah Bani Umayyah menggunakan politik tipu
daya, meskipun pekerjaan itu bertentangan dengan ajaran Islam. Ia tidak gentar
melakukan kejahatan. Pembunuhan adalah cara biasa, asal maksud dan tujuannya
tercapai
Daulah
Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, telah diperintah oleh 14 orang
kholifah. Namun diantara kholifah-kholifah tersebut, yang paling menonjol
adalah : Kholifah Muawiyah bin Abi Sufyan, Abdul Malik bin Marwan, Walid bin
Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz dan Hisyam bin Abdul Malik.
2.
Peta Daerah Perkembangan Islam Pada Masa Kejayaan Bani Umayyah
Dalam
upaya perluasan daerah kekuasaan Islam pada masa Bani Umayyah, Muawiyah selalu
mengerahkan segala kekuatan yang dimilikinya untuk merebut kekuasaan di luar
Jazirah Arab, antara lain upayanya untuk terus merebut kota Konstantinopel. Ada
tiga hal yang menyebabakan Muawiyah terus berusaha merebut Byzantium. Pertama,
karena kota tersebut adalah merupakan basis kekuatan Kristen Ortodoks, yang
pengaruhnya dapat membahayakan perkembangan Islam. Kedua, orang-orang Byzantium
sering melakukan pemberontakan ke daerah Islam. Ketgia, Byzantium termasuk
wilayah yang memiliki kekayaan yang melimpah.
Pada waktu
Bani Umayyah berkuasa, daerah Islam membentang ke berbagai negara yang berada
di benua Asia dan Eropa. Dinasti Umayyah, juga terus memperluas peta
kekuasannya ke daerah Afrika Utara pada masa Kholifah Walid bin Abdul Malik ,
dengan mengutus panglimanya Musa bin Nushair yang kemudian ia diangkat sebagai
gubernurnya. Musa juga mengutus Thariq bin Ziyad untuk merebut daerah
Andalusia.
Keberhasilan
Thariq memasuki Andalusia, membuta peta perjalanan sejarah baru bagi kekuasaan
Islam. Sebab, satu persatu wilayah yang dilewati Thariq dapat dengan mudah
ditaklukan, seperti kota Cordova, Granada dan Toledo. Sehingga, Islam dapat
tersebar dan menjadi agama panutan bagi penduduknya. Tidak hanya itu, Islam
menjadi sebuah agama yang mampu memberikan motifasi para pemeluknya untuk
mengembangkan diri dalam berbagai bidang kehidupan social, politik, ekonomi,
budaya dan sebaginya. Andalusia pun mencapai kejayaan pada masa pemerintahan
Islam.
3.
Kemajuan dan Keunggulan Bani Umayyah
Di masa
Bani Umayyah ini, kebudayaan mengalami perkembangan dari pada masa
sebelumnya. Di antara kebudayaan Islam yang mengalami perkembangan pada masa
ini adalah seni sastra, seni rupa, seni suara, seni bangunan, seni ukir, dan
sebaginya.
Pada masa
ini telah banyak bangunan hasil rekayasa umat Islam dengan mengambil
pola Romawi, Persia dan Arab. Contohnya adalah bangunan masjid Damaskus yang
dibangun pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik, dan juga masjid Agung
Cordova yang terbuat dari batu pualam.
Seni
sastra berkembang
dengan pesatnya, hingga mampu menerobos ke dalam jiwa manusia dan berkedudukan
tinggi di dalam masyarakat dan negara. Sehingga syair yang muncul senantiasa
sering menonjol dari sastranya, disamping isinya yang bermutu tinggi.
Dalam seni
suara yang berkembang adalah seni baca Al-Qur’an, qasidah, musik dan
lagu-lagu yang bernafaskan cinta. Sehingga pada saat itu bermunculan seniman
dan qori’/ qori’ah ternama.
Perkembangan
seni ukir yang paling menonjol adalah penggunaan khot Arab sebagai motif
ukiran atau pahatan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya dinding masjid dan
tembok-tembok istana yang diukur dengan khat Arab. Salah satunya yang masih
tertinggal adalah ukiran dinding Qushair Amrah (Istana Mungil Amrah), istana
musim panas di daerah pegunungan yang terletak lebih kurang 50 mil sebelah
Timur Amman.
Dalam
bidang ilmu pengetahuan, perkembangan tidak hanya meliputi ilmu
pengetahuan agama saja, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, seperti ilmu
kedokteran, filsafat, astronomi, ilmu pasti, ilmu bumi, sejarah, dan lain-lain.
Pada ini
juga, politik telah mengaami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih
teratur dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah
(kepemimpinan), dibentuknya Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah
(Ajudan), Organisasi Keuangan, Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha
Negara.
Kekuatan militer
pada masa Bani Umayyah jauh lebh berkembang dari masa sebelumnya, sebab
diberlakukan Undang-Undang Wajib Militer (Nizhamut Tajnidil Ijbary). Sedangkan
pada masa sebelumnya, yakni masa Khulafaurrasyidin, tentara adalah merupakan
pasukan sukarela. Politik ketentaraan Bani Umayyah adalah politik Arab, dimana
tentara harus dari orang Arab sendiri atau dari unsure Arab.
Pada masa
ini juga, telah dibangun Armada Islam yang hampir sempurna hingga mencapai
17.000 kapal yang dengan mudah dapat menaklukan Pulau Rhodus dengan panglimanya
Laksamana Aqabah bin Amir. Disamping itu Muawiyah juga telah membentuk “Armada
Musin Panas dan Armada Musim Dingin”, sehingga memungkinkannya untuk bertempur
dalam segala musim.
Dalam
bidang social budaya, kholifah pada masa Bani Umayyah juga telah banyak
memberikan kontribusi yang cukup besar. Yakni, dengan dibangunnya rumah sakit (mustasyfayat)
di setiap kota yang pertama oleh Kholifah Walid bin Abdul Malik. Saat itu juga
dibangun rumah singgah bagi anak-anak yatim piatu yang ditinggal oleh orang tua
mereka akibat perang. Bahkan orang tua yang sudah tidak mampu pun dipelihara di
rumah-rumah tersebut. Sehingga usaha-usaha tersebut menimbulkan simpati yang
cukup tinggi dari kalangan non-Islam, yang pada akhirnya mereka
berbondong-bondong memeluk Islam.
4. Keruntuhan Bani Umayyah
Bani Umayyah mengalami keruntuhan
oleh banyak hal, diantaranya adalah terbaginya kekuasaan Daulah Bani Umayyah ke
dalam dua wilayah. Kholifah Marwan bin Muhammad berkuasa di wilayah Semenanjung
Tanah Arab, dan Kholifah Yazid bin Umar berkuasa di wilayah Wasit. Namun yang
paling kuat di antara kedua wilayah tersebut adalah yang berpusat di
Semenanjung Tanah Arab. Sehingga para pendiri kerajaan Daulah Bani Abbasiyah
terus menerus mengatur strateginya untuk menumbangkan Kholifah Marwan dengan
cara apapun, termasuk menghabisi nyawanya.
Pembunuhan
Terhadap Marwan bin Muhammad dan Yazid bin Umar
Salah satu
pendiri daulah Bani Abbasiyah, Abul Abbas As-Shaffah mengirimkan pasukannya
untuk melumpuhkan kepemimpinan Marwan. Sebagai panglima, ia mengutus Abdullah
bin Ali. Kholifah MArwan juga telah mempersiapkan pasukannya yang besar dengan
membaginya dengan dua lapis. Lapis pertama, adalah terdiri dari pasukan yang
selalu mengalami kemenangan dalam setiap peperangan, yang kedua, adalah pasukan
yang selalu mengalami kekalahan dalam setiap peperangan.
Kedua
pasukan tersebut bertempur di lembah Sungai az-Zab, salah satu cabang Sungai
Djlah (Tigris) dari sebelah timur. Pertempuran berlaku sengit. Angkatan perang
Marwan memang cukup besar dan memiliki perbekalan yang banyak. Namun, itu semua
tidak menyurutkan keinginan pasukan Abbasiyah untuk memperoleh kemenangan demi
masa depan yang cemerlang. Demikianlah angkatan tentara Abbasiyah mencapai
kemenagan atas pasukan Kholifah Marwan.
Sejak saat
itu, Marwan terus diburu untuk benar-benar dibunuh, sehingga tidak ada lagi
kekuasaan Bani Umayyah yang tersisa. Marwan terus menerus melakukan pengunduran
dari satu tempat ke tempat lain, dimulai dari ia mundur dari Harran, Qinnisirin
(Syiria), kemudian Hims, Damsyik, Palestin dan akhirnya Mesir. Di Mesir, Marwan
dan sedikit pasukannya yang tersisa masih harus melakukan pertempuran kecil,
dan saat itu pula ia tewas.
Moment
inilah yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran daulah Bani Umayyah yang
sudah berkuasa selama 90 tahun.
B.
BANI ABBASIYAH
1.
Pembangunan Daulah Bani Abbasiyah
Daulah
Bani Abbasiyah diambil dari nama Al-Abbas bin Abdul Mutholib, paman Nabi
Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah As-Saffah bin Ali bin Abdullah bin
Al-Abbas, atau lebih dikenal dengan sebutan Abul Abbas As-Saffah. Daulah Bani
Abbasiyah berdiri antara tahun 132 – 656 H / 750 – 1258 M. Lima setengah abad
lamanya keluarga Abbasiyah menduduki singgasana khilafah Islamiyah. Pusat
pemerintahannya di kota Baghdad.
Tokoh
pendiri Daulah Bani Abbasiyah adalah ; Abul Abbas As-Saffah, Abu Ja’far
Al-Mansur, Ibrahim Al-Imam dan Abu Muslim Al-Khurasani. Bani Abbasiyah
mempunyai kholifah sebanyak 37 orang. Dari masa pemerintahan Abul Abbas
As-Saffah sampai Kholifah Al-Watsiq Billah agama Islam mencapai zaman keemasan
(132 – 232 H / 749 – 879 M). Dan pada masa kholifah Al-Mutawakkil sampai dengan
Al-Mu’tashim, Islam mengalami masa kemunduran dan keruntuhan akibat serangan
bangsa Mongol Tartar pimpinan Hulakho Khan pada tahun 656 H / 1258 M.[9]
2.
Peta Daerah Perkembangan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah
Pemerintahan daulah Bani Abbasiyah
merupakan kelanjutan dari pemerintahan daulah Bani Umayyah yang telah hancur di
Damaskus. Meskipun demikian, terdapat perbedaan antara kekuasaan dinasti Bani
Abbasiyah dengan kekuasaan dinasti Bani Umayyah, diantaranya adalah :
a. Dinasti
Umayyah sangat bersifat Arab Oriented, artinya dalam segala hal para pejabatnya
berasal dari keturunan Arab murni, begitu pula corak peradaban yang dihasilkan
pada dinasti ini.
b. Dinasti
Abbasiyah, disamping bersifat Arab murni, juga sedikit banyak telah terpengaruh
dengan corak pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Timur, Mesir dan
sebagainya.
Pada masa
pemerintahan dinasti Abbasiyah, luas wilayah kekuasaan Islam semakin bertambah,
meliputi wilayah yang telah dikuasai Bani Umayyah, antara lain Hijaz, Yaman
Utara dan Selatan, Oman, Kuwait, Irak, Iran (Persia), Yordania, Palestina,
Lebanon, Mesir, Tunisia, Al-Jazair, Maroko, Spanyol, Afganistan dan Pakistan,
dan meluas sampai ke Turki, Cina dan juga India.
3.
Bentuk-Bentuk Peradaban Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah
Masa
pemerintahan Dinasti Abbasiyah merupakan masa kejayaan Islam dalam berbagai
bidang, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pada zaman ini,
umat Islam telah banyak melakukan kajian kritis terhadap ilmu pengetahuan,
yaitu melalui upaya penterjemahan karya-karya terdahulu dan juga melakukan
riset tersendiri yang dilakukan oleh para ahli. Kebangkitan ilmiyah pada zaman
ini terbagi di dalam tiga lapangan, yaitu : kegiatan menyusun buku-buku ilmiah,
mengatur ilmu-ilmu Islam dan penerjemahan dari bahasa asing.
Setelah
tercapai kemenangan di medan perang, tokoh-tokoh tentara membukakan jalan
kepada anggota-anggota pemerintahan, keuangan, undang-undang dan berbagai ilmu
pengetahuan untuk bergiat di lapangan masing-masing. Dengan demikian muncullah
pada zaman itu sekelompok penyair-penyair handalan, filosof-filosof, ahli-ahli
sejarah, ahli-ahli ilmu hisab, tokoh-tokoh agama dan pujangga-pujangga yang
memperkaya perbendaharaan bahasa Arab.
Adapun
bentuk-bentuk peradaban Islam pada masa daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai
berikut :
a. Kota-Kota Pusat Peradaban
Di antara kota pusat peradaban pada
masa dinasti Abbasiyah adalah Baghdad dan Samarra. Bangdad merupakan ibu kota
negara kerajaan Abbasiyah yang didirikan Kholifah Abu Ja’far Al-Mansur (754-775
M) pada tahun 762 M. Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat
peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan. Ke kota inilah para ahli ilmu
pengetahuan datang beramai-ramai untuk belajar. Sedangkan kota Samarra terletak
di sebelah timur sungai Tigris, yang berjarak + 60 km dari kota Baghdad.
Di dalamnya terdapat 17 istana mungil yang menjadi contoh seni bangunan Islam
di kota-kota lain.
b. Bidang
Pemerintahan
Pada masa
Abbasiyah I (750-847 M), kekuasaan kholifah sebagai kepala negara sangat terasa
sekali dan benar seorang kholifah adalah penguasa tertinggi dan mengatur segala
urusan negara. Sedang masa Abbasiyah II 847-946 M) kekuasaan kholifah sedikit
menurun, sebab Wazir (perdana mentri) telah mulai memiliki andil dalam urusan
negara. Dan pada masa Abbasiyah III (946-1055 M) dan IV (1055-1258 M), kholifah
menjadi boneka saja, karena para gubernur di daerah-daerah telah menempatkan
diri mereka sebagai penguasa kecil yang berkuasa penuh. Dengan demikian
pemerintah pusat tidak ada apa-apanya lagi.
Dalam
pembagian wilayah (propinsi), pemerintahan Bani Abbasiyah menamakannya dengan Imaraat,
gubernurnya bergelar Amir/ Hakim. Imaraat saat itu ada tiga macam,
yaitu ; Imaraat Al-Istikhfa, Al-Amaarah Al-Khassah dan Imaarat Al-Istilau.
Kepada wilayah/imaraat ini diberi hak-hak otonomi terbatas, sedangkan desa/
al-Qura dengan kepala desanya as-Syaikh al-Qoryah diberi otonomi penuh.
Selain hal
tersebut di atas, dinasti Abbasiyah juga telah membentuk angkatan perang yang
kuat di bawah panglima, sehingga kholifah tidak turun langsung dalam menangani
tentara. Kholifah juga membentuk Baitul Mal/ Departemen Keuangan untuk mengatur
keuangan negara khususnya. Di samping itu juga kholifah membentuk badan
peradilan, guna membantu kholifah dalam urusan hukum.
c. Bangunan Tempat Pendidikan dan Peribadatan
Di antara
bentuk bangunan yang dijadikan sebagai lembaga pendidikan adalah madrasah.
Madrasah yang terkenal saat itu adalah Madrasah Nizamiyah, yang didirikan di
Baghdad, Isfahan, Nisabur, Basrah, Tabaristan, Hara dan Musol oleh Nizam
al-Mulk seorang perdana menteri pada tahun 456 – 486 H. selain madrasah,
terdapat juga Kuttab, sebagai lembaga pendidikan dasar dan menengah, Majlis Muhadhoroh
sebagai tempat pertemuan dan diskusi para ilmuan, serta Darul Hikmah sebagai
perpustakaan.
Di samping itu, terdapat juga
bangunan berupa tempat-tempat peribadatan, seperti masjid. Masjid saat itu
tidak hanya berfungsi sebagai tempat pelaksanaan ibadah sholat, tetapi juga
sebagai tempat pendidikan tingkat tinggi dan takhassus. Di antara masjid-masjid
tersebut adalah masjid Cordova, Ibnu Toulun, Al-Azhar dan lain sebagainya.
d. Bidang Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan pada masa Daulah
Bani Abbasiyah terdiri dari ilmu naqli dan ilmu ‘aqli. Ilmu naqli terdiri dari
Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits Ilmu Fiqih, Ilmu Kalam, Ilmu Tasawwuf dan Ilmu Bahasa.
Adapaun ilmu ‘aqli seperti : Ilmu Kedokteran, Ilmu Perbintangan, Ilmu Kimia,
Ilmu Pasti, Logika, Filsafat dan Geografi.
4. Kemunduran Daulah Bani Abbasiyah
Kehancuran
Dinasti Abbasiyah ini tidak terjadi dengan cara spontanitas, melainkan melalui
proses yang panjang yang diawali oleh berbagai pemeberontakan dari kelompok
yang tidak senang terhadap kepemimpinan kholifah Abbasiyah. Disamping itu juga,
kelemahan kedudukan kekholifahan dinasti Abbasiyah di Baghdad, disebabkan oleh
luasnya wilayah kekuasaan yang kurang terkendali, sehingga menimbulkan
disintegrasi wilayah.
Di antara
kelemahan yang menyebabkan kemunduran Dinasti Abbasiyah adalah sebagai berikut
:
a. Mayoritas Kholifah Abbasiyah periode
akhir lebih mementingkan urusan pribadinya dan cenderung hidup mewah.
b. Luasnya wilayah kekuasaan Abbasiyah,
sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan.
c. Ketergantungan kepada tentara
bayaran.
d. Semakin kuatnya pengaruh keturunan
Turki dan Persia, yang menimbulkan kecemburuan bagi bangsa Arab murni.
e. Permusuhan antara kelompok suku dan
agama.
f. Perang Salib yang berlangsung
beberapa gelombang dan menelan banyak korban.
g. Penyerbuan tentara Mongol di bawah
pimpinan Panglima Hulagu Khan yang menghacur leburkan kota Baghdad.
DAFTAR PUSTAKA
A. Syalabi, Prof. Dr, Sejarah dan
Kebudayaan Islam Jilid 3, Al-Husna Zikra, Jakarta, 2000
Murodi, Drs, Sejarah Kebudayaan
Islam MA, Karya Toha Putra, Semarang, 2003
Chatibul Umam, Prof, Dr. Abidin
Nawawi, Drs, Sejarah Kebudayaan Islam MTs, Menara Kudus, Semarang, 1995
____________, Sejarah Kebudayaan
Islam MTs, Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta, 1999
No comments:
Post a Comment